Pak
Hasan baru saja menyelesaikan sarapan dan
siap-siap hendak ke luar rumah lewat pintu samping. Sebuah sepeda motor
memasuki halaman rumahnya. Seorang pemuda turun dari motor lalu berjalan menuju
pintu depan. Tangan kirinya menjinjing kardus bekas bungkus minuman.
Langit
cerah dan matahari menebarkan hangat sinarnya ke seluruh alam.
“Assalau’alaikum......................”
Pemuda itu uluk salam.
“Wa’alaikumsalam..................”
Jawab Pak Hasan sambil berjalan ke arah pintu depan. “Eee..... kamu
nang...........” Sambut Pak Hasan setelah membukakan pintu.
“Ya
Pak De................... Sugeng Pak De.................” Kata pemuda itu sambil
tangannya menjabat tangan Pak Hasan lalu menciumnya.
“Alkhamdulillah.............
sehat...........” Jawab Pak Hasan. ”Bu............... ada Heru
nich............” Pak Hasan memanggil isterinya. Dari dapur Bu Hasan
tergopoh-gopoh menemui Heru. Heru menjabat tangan Bu Hasan, menciumnya seperti
yang dilakukan kepada Pak Hasan. Lalu mengulurkan bingkisan yang dibawanya.
“Dari
Ibu........... sekedar oleh-oleh Bu De............” Ucap Heru.
“Ah..............
kok ndadak repot-repot. Kamu main ke sini aja Pak De sama Bu De sudah senang kok.” Sahut Bu Hasan lalu mempersilahkan
Heru duduk. Setelah melepas tas punggungnya Heru duduk di kursi tamu yang
terbuat dari bambu. Bu Hasan kembali ke dapur.
“Bagaimana
kabar Bapak Ibu............” Tanya Pak Hasan membuka pembicaraan.
“Alkhamdulillah
sehat Pak De.” Jawab Heru.
Yang
dimaksud Bapak Ibu oleh Pak Hasan adalah kedua orang tua Heru. Ibu Heru adik
satu-satunya dari Bu Hasan. Satu tahun yang lalu hubungan keduanya sempat
renggang. Masalahnya soal warisan. Sampai lebaran terakhir kemaren pun hanya
Heru yang silaturahmi ke rumah Pak Hasan.
“Kuliahmu
bagaimana?” Tanya Pak Hasan kemudian.
“Masih
Pak De........... Tapi sekarang saya ambil yang berangkat malam. Siangnya biar
bisa bantu Bapak di bengkel.”
“Syukurlah............”
Sahut Pak Hasan sambil nyumet rokok kesukaannya.
Bu
Hasan keluar dari ruang tengah, membawa dua gelas teh dan setoples kacang kulit.
“Diminum
Her.............. ” Kata Bu Hasan setelah meletakkan dua gelas teh dan setoples
kacang kulit di meja. “Saya tinggal ke dapur dulu ya?!” Lanjut Bu Hasan lalu
kembali masuk.
“Maturnwun
Bu De...........” Kata Heru sambil menatap punggung Bu Denya.
“O
ya Pak De......... di kuburan sini katanya
kemaren ada shooting Tukul Jalan-Jalan ya?” Tanya Heru kemudian.
Mendengar
pertanyaan itu Pak Hasan yang sedang minum tersedak. Rokok yang terselip di
jari tangan kirinyapun terjatuh. Heru kaget, berusaha meraih Pak Hasan. Tapi
Pak Hasan malah tertawa sambil mengambil rokok yang baru saja terjatuh.
“Beritanya
sampai ke tempatmu ya?” Tanya Pak Hasan.
“Iya
Pak De.............. malah beberapa temen mau ngajak saya melihat itu”Jawab
Heru.
“Kenapa
nggak ikut?!”Lanjut Pak Hasan.
“Jadi
betul ada Pak De..............?!” Tanya Heru penasaran. Pak Hasan tersenyum.
“Hebat
memang...........!” Ucap Pak Hasan.
“Siapa
Pak De?”Tanya Heru makin penasaran.
“Orang
yang pertama menyebarkan berita itu.” Sambung Pak Hasan sambil menghirup teh
anget buatan Isterinya. “Diminum dulu Her..........” Lanjut Pak Hasan.
Heru
mengambil gelas. Pak Hasan Menarik nafas pelan. Pikirannya melayang ke
peristiwa malam itu. Sejak dari habis maghrib sampai jam sembilan malam boleh
dikata hp Pak Hasan tidak berhenti
berdering. Kalau tidak sms, telephon.
Isinya sama, menanyakan kebenaran kabar kedatangan Tukul yang malam itu akan
Shoothing “Tukul Jalan-Jalan” di seputar makam yang setiap hari diampunya.
Kalau
saja hp Pak Hasan tidak dimatikan atas
saran isterinya, barangkali akan tetap berbunyi sampai pagi.
Tidak
hanya itu. Rumahnya pun kebanjiran tamu. Dari saudara, teman dan kenalan yang
datang dari dalam dan luar kota. Bahkan di sepanjang jalan desanya dan jalan
yang mengubungkan desa tetangga, kendaraan roda dua maupun roda empat, kebanyakan
roda dua, “tumplek bleg” menuju arah makam.
Malam
itu benar-benar menjadi malam yang istimawa bagi desa Pak Hasan. (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar